12 May 2013 | 08:43

Walaupun belum melakukan evaluasi KTSP secara sistematik, rupanya Kemendikbud “keukeuh” ingin melaksanakan kurikulum 2013 pada tahun ajaran ini dengan pelaksanaan bertahap dan berbasis provinsi. Selanjutnya bagaimana kesiapan kemampuan gurunya. Saya membaca hasil survei pendidikan yang dilaksanakan litbang kompas mendapat gambaran mengenai guru  bertipe mediocre dengan kemampuan pas-pasan yang cenderung satu arah dan belum kreatif ”menerjemahkan”  KTSP (Kompas.com, 7 Mei 2013). Apakah kemampuan yang bertipe mediocre itu akan masih mewarnai  pelaksanaan kurikulum 2013.

Sekilas gambaran guru tipe mediocre, yang penting pekerjaan selesai sesuai  dengan standar kerja seperti  merencanakan, melaksanakan dan menilai pembelajaran itu sudah cukup. Seorang dengan pribadi medioker biasanya bersikap atau hidup dalam mediocrity. Artinya dia hanya biasa – biasa saja (average), yang cukup bekerja kalau sudah dianggap memenuhi standar kerja, bekerja tidak pernah melampaui harapan-harapan yang lebih tinggi (higher expectation)  dan tidak pernah mau menjadi yang lebih baik dalam melakukan sesuatu pekerjaan. Fenomena ini termasuk ke dalam gejala burnout sebagai kelelahan  mental  yang salah satunya disebabkan oleh banyak perubahan-perubahan terjadi, berimplikasi terhadap overloaded beban kerja  sementara kapasitas untuk berubah minim. “I’m feeling overloaded, overworked—trapped. There’s no way out”.

Di sekolah dasar, apakah beban kerja bisa menyebabkan gejala burnout pada guru-guru ?. Guru SD disamping harus melaksanakan tugas tatap muka (mengajar) selama 24 jam (4 jam per hari), mereka juga harus mempersiapkan hal-hal yang bersifat administrasi, terutama administrasi pembelajaran dan administrasi kelas. Semisal dalam administrasi pembelajaran harus membuat silabus, program semester, RPP, buku penilaian, program evaluasi, daftar nilai, analisis  hasil evaluasi, buku bank soal, buku perbaikan dan pengayaan, program ekstra kurikuler. Sedangkan dalam administrasi kelas guru harus membuat daftar hadir siswa, grafik absen, buku mutasi siswa, buku keuangan, buku tamu, buku penerimaan dan pengambilan rapor, daftar inventaris kelas, buku notulen rapat, dan catatan prestasi siswa. Belum lagi tugas-tugas administrasi lain yang seharusnya dilaksanakan oleh tata usaha sekolah dirangkap oleh guru.

Sayang sekali saya sampai saat ini belum menemukan hasil penelitian yang memberikan eksplanasi apakah beban kerja guru-guru SD mempengaruhi tingkat kelelahan mental (burnout).  Jika memang demikian adanya,  implementasi kurikulum  masih akan menunjukkan fenomena yang sama, yaitu pembelajaran satu arah dan belum kreatif. Semoga tidak demikian.